Friday, 3 March 2017

Si Pencuri Hati

"Ibuuuu, bangun," teriak Arsya.

"Kenapa Dek, Ibu pusing nih. Ibu istirahat sebentar ya," jawab saya dari balik selimut.

"Buka dulu sebentar," jawabnya.

"Ini ceri buat Ibu," katanya sambil menyodorkan 2 genggam buah ceri ketika saya membuka selimut.

"Waaaa, banyaknya, gimana tadi Adek ngambilnya?"

"Ada yang sampai ke atas atap. Aku bisa lho."

"Wah hebat, makasih ya."

"Iya, ini obat biar Ibu cepat sembuh."

***
Ah, entahlah. Sakit kepala saya langsung hilang. Si kecil ini punya empati yang luar biasa. Beberapa kali saya merasakannya sendiri, dan sering juga melihatnya berempati kepada lingkungan, baik teman, hewan dan juga tumbuhan.

Menawarkan es krim ketika saya mengeluh capek saat menjahit begitu banyak lambang baju pramuka.

Mengambilkan segelas air minum ketika saya terbatuk-batuk karena tersedak.

Bersikap konyol saat ayah datang kerja sehingga senyum ayah langsung mengembang.

Menangis sedih ketika saya tidak sengaja menabrak anak kucing. Setelah selesai menangisi si kucing, mendadak dia menangis lagi. Ketika saya tanya lebih lanjut, ternyata dia takut saya masuk neraka gara-gara menabrak kucing. Sesi ini kami lanjutkan dengan nangis berdua.

Mengajak teman ke rumah, menawarkan makan dan minum ketika tahu temannya tidak bisa masuk ke rumah karena orangtuanya lupa menitip kunci.

Dan banyak lagi kejadian lainnya yang mungkin tidak bisa diceritakan. Tapi sungguh, dia benar-benar pencuri hati.

No comments:

Post a Comment